Entri yang Diunggulkan

Menghitung Upah Lembur

               Kadang masih ada yang bingung mengenai kewajiban pemberi kerja tentang upah lembur. Demikian juga karyawan tidak mengetahui t...

Minggu, 24 April 2011

POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

NOMOR 02 TAHUN 2009

TENTANG

POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DESA


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANTUL,

Menimbang : a. bahwa pengelolaan keuangan desa merupakan upaya untuk mewujudkan otonomi desa dalam pembiayaan pembangunan, pertumbuhan ekonomi serta peningkatan kapasitas dan kesejahteraan masyarakat desa;

b. bahwa sebagai pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, perlu menetapkan Peraturan Daerah yang mengatur pengelolaan keuangan desa;

c. bahwa dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, maka beberapa Peraturan Daerah Kabupaten Bantul yang mengatur pengelolaan keuangan desa sudah tidak sesuai lagi;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Bantul tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Desa;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Daerah Istimewa Yogyakarta (Berita Negara Republik Indonesia tanggal 8 Agustus 1950);

2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851);

3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389);

4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

5. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);


6. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1950 tentang Penetapan Mulai Berlakuknya Undang-Undang 1950 Nomor 12,13,14 dan 15 (Berita Negara Republik Indonesia tanggal 8 Agustus 1950);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4503);

9. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan, dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-Undangan;

10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Kekayaan Desa;

11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa;

12. Peraturan Gubernur Nomor 11 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Tanah Kas Desa di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Berita Daerah Nomor 12 Tahun 2008);

13. Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 07 Tahun 2005 tentang Transparansi dan Partisipasi Publik dalam Penyelenggaraan Pemerintahan di Kabupaten Bantul (Lembaran Daerah Kabupaten Bantul Tahun 2005 Seri C Nomor 01);

14. Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 10 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Bantul (Lembaran Daerah Tahun 2007 Seri D Nomor 8);

15. Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 14 Tahun 2007 tentang Badan Permusyawaratan Desa (Lembaran Daerah Kabupaten Bantul Tahun 2007 Seri D Nomor 12);

16. Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 20 Tahun 2007 tentang Pedoman Organisasi Pemerintahan Desa (Lembaran Daerah Kabupaten Bantul Tahun 2007 Seri D Nomor 18).

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANTUL
dan
BUPATI BANTUL,

M E M U T U S K A N :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DESA.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.
2. Daerah adalah Kabupaten Bantul.
3. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
4. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
5. Bupati adalah Kepala Daerah Kabupaten Bantul.
6. Peraturan Daerah adalah Peraturan Daerah Kabupaten Bantul.
7. Camat adalah unsur perangkat daerah yang membantu tugas Bupati di wilayah Kecamatan.
8. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
9. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat bersadarkan asal-usul dan adat-isitadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
10. Pemerintah Desa adalah Lurah Desa dan Pamong Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
11. Lurah Desa merupakan sebutan lain untuk Kepala Desa adalah pimpinan Pemerintah Desa.
12. Pamong Desa merupakan sebutan lain untuk perangkat desa adalah unsur pembantu Lurah Desa yang terdiri atas Sekretaris Desa yang disebut Carik, pelaksana teknis lapangan yang disebut Bagian dan unsur kewilayahan yang disebut Dukuh.
13. Badan Permusyawaratan Desa yang selanjutnya disebut BPD adalah lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa.
14. Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa yang dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban desa tersebut.
15. Pengelolaan keuangan desa adalah keseluruhan kegiatan meliputi perencanaan, penganggaran, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan desa.
16. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa yang selanjutnya disingkat APBDesa adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan desa yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Desa dan BPD yang ditetapkan dengan Peraturan Desa.
17. Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa adalah Lurah Desa yang karena jabatannya mempunyai kewenangan menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan desa.
18. Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa yang selanjutnya disebut PTPKD adalah Pamong Desa yang ditunjuk oleh Lurah Desa untuk melaksanakan pengelolaan keuangan desa.
19. Bendahara adalah Pamong Desa yang ditunjuk oleh Lurah Desa untuk menerima, menyimpan, menatausahakan, membayarkan dan mempertanggungjawabkan keuangan desa dalam rangka pelaksanaan APBDesa.
20. Kekayaan Desa adalah barang milik desa yang berasal dari kekayaan asli desa, dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa atau perolehan hak lainnya yang sah.
21. Pendapatan Desa adalah semua penerimaan uang melalui rekening desa yang merupakan hak desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh desa.
22. Belanja Desa adalah semua pengeluaran dari rekening desa yang merupakan kewajiban desa dalam 1(satu) tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh desa.
23. Pembiayaan desa adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun anggaran berikutnya.
24. Alokasi Dana Desa yang selanjutnya disebut ADD adalah dana yang dialokasikan oleh Pemerintah Daerah untuk desa, yang bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Daerah.
25. Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh BPD bersama Lurah Desa.
26. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disebut APBD adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
27. Rencana Pembangunan Jangka Pendek yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDesa) adalah hasil musyawarah masyarakat desa tentang program dan kegiatan yang akan dilaksanakan untuk periode 1 (satu) tahun.
28. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa yang selanjutnya disebut RPJMDesa adalah dokumen perencanaan desa untuk periode 5 (lima) tahun.

BAB II
ASAS PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
Pasal 2

(1) Keuangan desa dikelola berdasarkan asas-asas transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran.

(2) Pengelolaan keuangan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam masa 1 (satu) tahun anggaran yaitu tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.

(3) APBDesa merupakan dasar pelaksanaan program dan kegiatan di Desa.

BAB III
KEKUASAAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
Pasal 3

(1) Lurah Desa sebagai Kepala Pemerintah Desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa dan mewakili Pemerintah Desa dalam kepemilikan kekayaan desa yang dipisahkan.

(2) Lurah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai kewenangan :
a. menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBDesa;
b. menetapkan kebijakan tentang pengelolaan barang desa;
c. menetapkan bendahara desa;
d. menetapkan petugas yang melakukan pemungutan penerimaan desa; dan
e. menetapkan petugas yang melakukan pengelolaan barang milik desa.

(3) Lurah Desa dalam melaksanakan pengelolaan keuangan desa dibantu oleh PTPKD.

(4) PTPKD terdiri atas :
a. Carik; dan
b. Kepala Bagian Keuangan.

(5) Carik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a bertindak selaku koordinator pelaksanaan pengelolaan keuangan desa dan bertanggung jawab kepada Lurah Desa.

(6) Carik sebagaimana dimaksud pada ayat (5) mempunyai tugas :
a. menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan APBDesa;
b. menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan barang desa;
c. menyusun Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa, perubahan APBDesa dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa; dan
d. menyusun Rancangan Keputusan Lurah Desa tentang pelaksanaan Peraturan Desa tentang APBDesa dan perubahan APBDesa.

(7) Lurah Desa menetapkan bendahara desa dengan Keputusan Lurah Desa.
BAB IV
PENDAPATAN DESA
Bagian Kesatu
Sumber Pendapatan Desa
Pasal 4

Sumber Pendapatan Desa terdiri atas :
a. pendapatan asli desa (PA Desa);
b. bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah;
c. alokasi dana desa (ADD);
d. bantuan keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Daerah dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan; dan
e. hibah dan sumbangan pihak ketiga yang tidak mengikat.

Bagian Kedua
Pendapatan Asli Desa
Pasal 5

Pendapatan Asli Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a meliputi:
a. hasil usaha Desa;
b. hasil kekayaan Desa;
c. hasil swadaya dan partisipasi masyarakat;
d. hasil gotong royong; dan
e. lain-lain Pendapatan Asli Desa yang sah.

Pasal 6

Hasil usaha Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a terdiri atas :
a. Badan Usaha Milik Desa; dan
b. usaha lain yang dikelola oleh Desa.

Pasal 7

(1) Hasil kekayaan desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b terdiri atas :
a. tanah kas desa;
b. pasar desa;
c. pasar hewan desa;
d. tambatan perahu;
e. bangunan desa;
f. obyek rekreasi yang diurus oleh desa;
g. pemandian umum yang diurus oleh desa;
h. hutan desa;
i. perairan/pantai dalam batas tertentu yang diurus oleh desa;
j. tempat-tempat pemancingan di sungai yang dikelola oleh desa;
k. pelelangan ikan yang dikelola oleh desa; dan
l. lain-lain kekayaan milik desa.

(2) Kekayaan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang merupakan milik desa harus dilengkapi dengan bukti kepemilikan yang sah atas nama desa.

(3) Pedoman pengelolaan kekayaan desa diatur lebih lanjut oleh Bupati.

Pasal 8

Hasil swadaya dan partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c adalah hasil swadaya dan partisipasi masyarakat yang dikelola dan dilaksanakan oleh masyarakat dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat desa baik berupa uang atau hasil-hasil pembangunan.

Pasal 9

Hasil gotong royong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf d adalah kerjasama yang spontan dan sudah melembaga serta mengandung unsur-unsur timbal balik yang bersifat sukarela antara warga desa dan/atau warga desa dengan Pemerintah Desa untuk memenuhi kebutuhan yang insidentil maupun berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan bersama baik material maupun spiritual.

Pasal 10

Lain-lain pendapatan asli Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf e terdiri atas :
a. jasa giro;
b. penerimaan komisi, potongan atau bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang/jasa oleh Desa;
c. pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan;
d. pengelolaan fasilitas sosial dan fasilitas umum;
e. pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan;
f. ganti ongkos cetak surat-surat/blanko-blanko;
g. biaya legalisasi surat-surat;
h. biaya legalisasi wesel;
i. sewa tanah lapangan; dan
j. lain-lain pendapatan asli desa yang ditetapkan dengan Peraturan Desa sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Ketiga
Bagi Hasil Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Pasal 11

(1) Bagi hasil pajak daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b adalah bagian penerimaan pajak daerah yang diberikan kepada Desa paling sedikit 10 % (sepuluh per seratus) dari yang diterima oleh Pemerintah Daerah.

(2) Bagi hasil retribusi daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b adalah bagian penerimaan retribusi daerah tertentu yang diberikan kepada Desa dengan memperhatikan aspek keterlibatan Desa dalam penyediaan layanan.

(3) Bagi hasil pajak dan retribusi daerah yang diperuntukkan bagi Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Bupati.

Bagian Keempat
Alokasi Dana Desa (ADD)
Pasal 12

(1) ADD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c ditetapkan sekurang-kurangnya sebesar 10 % (sepuluh perseratus) dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima Pemerintah Daerah setelah dikurangi belanja pegawai.

(2) Tujuan ADD adalah :
a. menanggulangi kemiskinan dan mengurangi kemiskinan;
b. meningkatkan perencanaan dan penganggaran pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat;
c. meningkatkan pembangunan infrastruktur perdesaan;
d. meningkatkan pengamalan nilai-nilai keagamaan, sosial budaya dalam rangka mewujudkan peningkatkan sosial;
e. meningkatkan ketentraman dan ketertiban masyarakat;
f. meningkatkan pelayanan kepada masyarakat desa dalam rangka pengembangan kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat;
g. mendorong peningkatkan keswadayaan dan gotong royong masyarakat; dan
h. meningkatkan pendapatan desa dan masyarakat desa melalui Badan Usaha Milik Desa.

Pasal 13

(1) Penentuan besarnya penerimaan ADD untuk setiap desa berdasarkan asas-asas :
a. asas merata yaitu besarnya bagian ADD yang sama untuk setiap desa, yang selanjutnya disebut Alokasi Dana Desa Minimal (ADDM); dan
b. asas adil yaitu besarnya bagian ADD berdasarkan Nilai Bobot Desa (BDx) yang dihitung dengan rumus dan variabel tertentu yang selanjutnya disebut Alokasi Dana Desa Proporsional (ADDP).

(2) Besarnya perbandingan antara ADDM dan ADDP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah ADDM sebesar 60% (enam puluh perseratus) dari jumlah ADD dan ADDP sebesar 40% (empat puluh perseratus) dari jumlah ADD.

Pasal 14

(1) Penggunaan dana ADD adalah untuk belanja aparatur dan operasional Pemerintah Desa sebesar 30% (tiga puluh perseratus) dari ADD yang diterima desa dan untuk biaya pemberdayaan masyarakat sebesar 70% (tujuh puluh perseratus) dari ADD yang diterima desa.

(2) Pertanggungjawaban ADD terintegrasi dengan pertanggungjawaban APBDesa, sehingga bentuk pertanggungjawabannya adalah pertanggungjawaban APBDesa.

Pasal 15

Pedoman pengelolaan ADD diatur lebih lanjut oleh Bupati.

Bagian Kelima
Bantuan Keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Daerah
Pasal 16

(1) Bantuan keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d diberikan dalam rangka penyelenggaraan urusan Pemerintah dan Pemerintahan Daerah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Desa sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Bantuan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disalurkan melalui rekening kas desa.

(3) Penentuan jenis dan besarnya bantuan keuangan Pemerintah Daerah kepada Desa ditetapkan oleh Bupati dengan memperhatikan kemampuan keuangan Daerah.

Bagian Keenam
Hibah dan Sumbangan Pihak Ketiga Yang Tidak Mengikat
Pasal 17

Pendapatan Desa yang berasal dari hibah dan sumbangan pihak ketiga yang tidak mengikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e dapat berasal dari :
a. Pemerintah;
b. Pemerintah Daerah;
c. badan/lembaga/organisasi swasta dalam negeri atau luar negeri;
d. kelompok masyarakat/perorangan; atau
e. dana darurat dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dalam rangka penanggulangan korban/kerusakan akibat bencana alam.





Pasal 18

(1) Sumbangan dan hibah dari pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dapat berbentuk hadiah, donasi, wakaf dan lain-lain sumbangan serta pemberian yang tidak mengurangi kewajiban pihak penyumbang kepada Desa.

(2) Sumbangan yang berbentuk barang, baik barang bergerak maupun barang tidak bergerak dicatat sebagai barang inventaris kekayaan milik Desa sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Sumbangan yang berbentuk uang dicantumkan dalam APB Desa.

Bagian Ketujuh
Penetapan, Pengurusan, Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumber Pendapatan Desa
Pasal 19

(1) Sumber pendapatan desa ditetapkan dengan Peraturan Desa.

(2) Sumber pendapatan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diurus oleh Pemerintah Desa dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat desa.

(3) Sumber Pendapatan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola melalui APBDesa.

Bagian Kedelapan
Pengelolaan Tanah Kas Desa
Pasal 20

(1) Tanah-tanah yang berupa tanah kas desa, bengkok/lungguh, pengarem-arem, kuburan dan lain-lain yang sejenis yang dikuasai oleh dan merupakan kekayaan desa dilarang untuk dilepaskan kepemilikannya kepada pihak lain, kecuali diperlukan untuk kepentingan umum.

(2) Pelepasan hak kepemilikan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah mendapat ganti rugi sesuai dengan harga yang menguntungkan Desa memperhatikan harga pasar dan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP).

(3) Penggantian ganti rugi berupa uang harus digunakan untuk membeli tanah pengganti yang senilai dan/atau lebih baik dan berlokasi di desa setempat atau di desa lain dalam 1 (satu) wilayah kecamatan.

(4) Pelepasan hak kepemilikan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Desa.

Pasal 21

Setiap pengelolaan tanah-tanah kas desa ditetapkan dengan Peraturan Desa.

Pasal 22

(1) Peraturan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (4) dan Pasal 21 disampaikan kepada Bupati dengan tembusan Camat untuk mendapatkan persetujuan.

(2) Peraturan Desa yang telah mendapat persetujuan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diteruskan ke Pemerintah Provinsi untuk mendapatkan persetujuan dari Gubernur.

(3) Pengajuan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengatur pelepasan tanah kas desa harus dilengkapi dengan rencana pengganti tanah.

Pasal 23

Peraturan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (4) dan Pasal 21 dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari Gubernur.

Pasal 24

Pedoman pengelolaan tanah kas desa diatur lebih lanjut oleh Bupati.

BAB V
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA (APBDesa)
Bagian Kesatu
Struktur APBDesa
Pasal 25

(1) APBDesa terdiri atas :
a. pendapatan desa;
b. belanja desa; dan
c. pembiayaan desa.

(2) Pendapatan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas :
a. pendapatan asli desa (PADesa);
b. bagi hasil pajak daerah;
c. bagian dari retribusi daerah;
d. ADD;
e. bantuan keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Daerah dan desa lainnya;
f. hibah; dan
g. sumbangan pihak ketiga.

(3) Belanja desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas :
a. belanja langsung; dan
b. belanja tidak langsung.

(4) Belanja langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, terdiri atas :
c. belanja pegawai;
d. belanja barang dan jasa; dan
e. belanja modal.

(5) Belanja tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, terdiri atas :
a. belanja pegawai/penghasilan tetap;
b. belanja subsidi;
c. belanja hibah (pembatasan hibah);
d. belanja bantuan sosial;
e. belanja bantuan keuangan; dan
f. belanja tak terduga.

(6) Pembiayaan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas :
a. penerimaan pembiayaan; dan
b. pengeluaran pembiayaan.

(7) Penerimaan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a, terdiri atas :
a. sisa lebih perhitungan anggaran (SILPA) tahun anggaran sebelumnya;
b. pencairan dana cadangan;
c. hasil penjualan kekayaan desa yang dipisahkan; dan
d. penerimaan pinjaman.

(8) Pengeluaran pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b, terdiri atas :
a. pembentukan dana cadangan;
b. penyertaan modal desa; dan
c. pembayaran utang.

Bagian Kedua
Dasar Penyusunan Rancangan APBDesa
Pasal 26

(1) Lurah Desa bersama BPD menyusun RKPDesa berdasarkan penjabaran RPJMDesa melalui musyawarah rencana pembangunan desa.

(2) Penyusunan RKPDesa diselesaikan paling lambat akhir bulan Januari tahun anggaran sebelumnya.

(3) RKPDesa ditetapkan dengan Peraturan Desa.

(4) RKPDesa sebagai dasar penyusunan Rancangan APBDesa.

Bagian Ketiga
Penetapan Rancangan APBDesa
Pasal 27

(1) Carik mengkoordinasikan penyusunan Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa berdasarkan pada RKPDesa.

(2) Carik menyampaikan Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa kepada Lurah Desa untuk memperoleh persetujuan.

(3) Lurah Desa menyampaikan Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa kepada BPD untuk dibahas bersama dalam rangka memperoleh persetujuan bersama.

(4) Penyampaian Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling lambat pada minggu pertama bulan November tahun anggaran sebelumnya.

(5) Pembahasan Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menitikberatkan pada kesesuaian dengan RKPDesa.

(6) Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa ditetapkan menjadi Peraturan Desa paling lambat 1 (satu) bulan setelah APBD ditetapkan.

Bagian Keempat
Evaluasi Rancangan APBDesa
Pasal 28

(1) Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa yang telah disetujui bersama BPD dan Lurah Desa sebelum ditetapkan oleh Lurah Desa paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal persetujuan bersama disampaikan kepada Bupati untuk dievaluasi.

(2) Bupati harus menetapkan evaluasi Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja sejak tanggal diterimanya Rancangan Peraturan Desa dimaksud.

(3) Apabila setelah lewat waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Bupati tidak menetapkan hasil evaluasi Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa, maka Lurah Desa dapat menetapkan Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa menjadi Peraturan Desa.

(4) Apabila Bupati menyatakan hasil evaluasi Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa tidak sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Lurah Desa bersama BPD melakukan penyempurnaan Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi.

(5) Apabila hasil evaluasi Bupati tidak ditindaklanjuti oleh Lurah Desa dan BPD, dan Lurah Desa tetap menetapkan Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa menjadi Peraturan Desa, Bupati membatalkan Peraturan Desa dimaksud dan sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBDesa tahun anggaran sebelumnya.

(6) Pembatalan Peraturan Desa dan pernyataan berlakunya pagu anggaran sebelumya sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

(7) Paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) Lurah Desa harus menghentikan pelaksanaan Peraturan Desa dan selanjutnya Lurah Desa bersama BPD mencabut Peraturan Desa dengan Peraturan Desa tentang Pencabutan Peraturan Desa tentang APBDesa.

(8) Pelaksanaan pengeluaran atas pagu APBDesa tahun sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan dengan Peraturan Lurah Desa.

(9) Masa berlakunya Peraturan Lurah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (8) paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal berlakunya Peraturan Bupati sebagaimana sebagaimana dimaksud pada ayat (6).

Bagian Kelima
Pelaksanaan APBDesa
Pasal 29

(1) Semua pendapatan desa dilaksanakan melalui rekening kas desa.

(2) Program dan kegiatan yang masuk desa merupakan sumber penerimaan dan pendapatan desa dan wajib dicatat dalam APBDesa.

(3) Setiap pendapatan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah.

(4) Lurah Desa wajib mengintensifkan pemungutan pendapatan desa yang menjadi wewenang dan tanggung jawabnya.

(5) Pemerintah Desa dilarang melakukan pemungutan selain yang ditetapkan dalam Peraturan Desa.

(6) Pengembalian atas kelebihan pendapatan desa dilakukan dengan membebankan pada pendapatan desa yang bersangkutan untuk pengembalian pendapatan desa yang terjadi dalam tahun yang sama.

(7) Untuk pengembalian kelebihan pendapatan desa yang terjadi pada tahun sebelumnya dibebankan pada belanja tidak terduga.

(8) Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (7) harus didukung dengan bukti yang lengkap dan sah.

Pasal 30

(1) Setiap pengeluaran belanja atas beban APBDesa harus didukung dengan bukti yang lengkap dan sah.
(2) Bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapat pengesahan oleh Carik atas kebenaran material yang timbul dari penggunaan bukti dimaksud.

(3) Pengeluaran kas desa yang mengakibatkan beban APBDesa tidak dapat dilakukan sebelum Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa ditetapkan menjadi Peraturan Desa.

(4) Pengeluaran kas desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak termasuk belanja desa yang bersifat mengikat dan belanja desa yang bersifat wajib yang ditetapkan dalam Peraturan Lurah Desa.

(5) Bendahara desa sebagai wajib pungut pajak penghasilan (PPh) dan pajak lainnya, wajib menyetorkan seluruh penerimaan potongan dan pajak yang dipungutnya ke rekening kas negara sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 31

(1) Sisa lebih perhitungan anggaran (SilPA) tahun sebelumnya merupakan penerimaan pembiayaan yang digunakan untuk :
a. menutupi défisit anggaran apabila realisasi pendapatan lebih kecil dari realisasi belanja;
b. mendanai pelaksanaan kegiatan lanjutan atas beban belanja langsung; dan
c. mendanai kewajiban lainnya yang sampai dengan akhir tahun anggaran belum selesai.

(2) Dana cadangan dibukukan dalam rekening tersendiri atau disimpan pada kas desa tersendiri atas nama dana cadangan Pemerintah Desa.

(3) Dana cadangan tidak dapat digunakan untuk membiayai kegiatan di luar yang telah ditetapkan dalam Peraturan Desa tentang pembentukan dana cadangan.

(4) Kegiatan yang ditetapkan dalam Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan apabila dana cadangan telah mencukupi untuk melakasanakan kegiatan.

Bagian Keenam
Perubahan APBDesa
Pasal 32

(1) Perubahan APBDesa dapat dilakukan apabila terjadi :
a. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran antar jenis belanja;
b. keadaan yang menyebabkan SilPA tahun sebelumnya harus digunakan dalam tahun anggaran berjalan;
c. keadaan darurat; dan
d. keadaan luar biasa.

(2) Perubahan APBDesa hanya dapat dilakukan 1(satu) kali dalam 1(satu) tahun anggaran, kecuali dalam keadaan luar biasa.

Pasal 33

Tata cara penetapan perubahan APBDesa sama dengan tata cara penetapan APBDesa.








BAB VI
PENATAUSAHAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN DESA
Bagian Kesatu
Bendahara Desa
Pasal 34

(1) Lurah Desa dalam melaksanakan penatausahaan keuangan desa harus menetapkan bendahara desa.

(2) Penetapan bendahara desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan sebelum dimulainya tahun anggaran yang bersangkutan dan ditetapkan dengan Keputusan Lurah Desa.

Bagian Kedua
Penatausahaan Penerimaan
Pasal 35

(1) Penatausahaan penerimaan wajib dilaksanakan oleh bendahara desa dengan menggunakan :
a. buku kas umum;
b. buku kas pembantu perincian obyek penerimaan; dan
c. buku kas harian.

(2) Bendahara desa setiap bulan wajib mempertanggungjawabkan penerimaan uang yang menjadi tanggungjawabnya melalui laporan pertanggungjawaban penerimaan kepada Lurah Desa paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya.

(3) Laporan pertanggungjawaban penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri dengan :
a. buku kas umum;
b. buku kas pembantu perincian obyek penerimaan; dan
c. bukti penerimaan lain yang sah.

Bagian Ketiga
Penatausahaan Pengeluaran
Pasal 36

(1) Penatausahaan pengeluaran wajib dilakukan oleh bendahara desa.

(2) Dokumen penatausahaan pengeluaran harus disesuaikan dengan Peraturan Desa tentang APBDesa atau Peraturan Desa tentang Perubahan APBDesa melalui Surat Permintaan Pembayaran (SPP).

(3) Pengajuan SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disetujui oleh Lurah Desa melalui PTPKD.

(4) Bendahara desa setiap bulan wajib mempertanggungjawabkan penggunaan uang yang menjadi tanggung jawabnya melalui laporan pertanggungjawaban pengeluaran kepada Lurah Desa paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya.

(5) Dokumen yang digunakan bendahara desa dalam melaksanakan penatausahaan pengeluaran meliputi :
a. buku kas umum; dan
b. buku kas pembantu perincian obyek pengeluaran.





Bagian Keempat
Pertanggungjawaban Penggunaan Dana
Pasal 37

Laporan pertanggungjawaban pengeluaran APBDesa harus dilampiri dengan :
a. buku kas umum;
b. buku kas pembantu perincian obyek pengeluaran yang disertai dengan bukti-bukti pengeluaran yang sah; dan
c. bukti atas penyetoran PPn dan PPh ke kas negara.

BAB VII
PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN APBDesa
Bagian Kesatu
Penetapan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBDesa
Pasal 38

(1) Carik mengkoordinasikan penyusunan Rancangan Peraturan Desa tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBDesa dan Rancangan Peraturan Lurah Desa tentang Keterangan Pertanggungjawaban Lurah Desa.

(2) Carik menyampaikan Rancangan Peraturan Desa dan Rancangan Peraturan Lurah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Lurah Desa untuk dibahas bersama BPD.

(3) Penyampaian Rancangan Peraturan Desa tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBDesa kepada BPD palimg lama 1 (satu) bulan setelah tahun anggaran berakhir.

(4) Berdasarkan persetujuan bersama Lurah Desa dan BPD Rancangan Peraturan Desa tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBDesa dapat ditetapkan menjadi Peraturan Desa.

(5) Persetujuan BPD terhadap pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa ditetapkan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir.

Bagian Kedua
Penyampaian Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBDesa
Pasal 39

(1) Peraturan Desa tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBDesa dan Peraturan Lurah Desa tentang Keterangan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBDesa disampaikan kepada Bupati melalui Camat.

(2) Waktu penyampaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah Peraturan Desa dan Peraturan Lurah Desa ditetapkan.

BAB VIII
INFORMASI KEUANGAN DESA
Pasal 40

(1) Masyarakat berhak memperoleh informasi pengelolaan keuangan desa dari Pemerintah Desa.

(2) Penyampaian informasi pengelolaan keuangan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa :
a. penyampaian ringkasan APBDesa, ringkasan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBDesa pada papan pengumunan di pedukuhan, atau dengan sarana lain yang mudah diketahui oleh masyarakat; dan
b. informasi keuangan desa lainnya yang dibutuhkan oleh masyarakat sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB IX
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 41

(1) Pemerintah Daerah melalui Camat membina dan mengawasi pelaksanaan pengelolaan keuangan Desa.

(2) Pembinaan dan pengawasan Pemerintah Daerah meliputi :
a. memberikan pedoman dan bimbingan pelaksanaan ADD;
b. memberikan bimbingan dan pelatihan dalam penyelenggaraan keuangan desa;
c. membina dan mengawasi pengelolaan keuangan desa dan aset desa; dan
d. memberikan pedoman dan bimbingan pelaksanaan administrasi keuangan desa.

(3) Pembinaan dan pengawasan Camat meliputi :
a. memfasilitasi administrasi desa;
b. memfasilitasi pengelolaan keuangan desa dan pendayagunaan aset desa;
c. memfasilitasi pelaksanaan ADD; dan
d. memfasilitasi penyelenggaraan keuangan desa.

Pasal 42

(1) Pemerintah Daerah wajib memberikan fasilitasi bagi pengembangan sumber pendapatan Desa.

(2) Sumber pendapatan desa yang telah dimiliki dan dikelola oleh desa tidak boleh diambil alih oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah.

(3) Sumber pendapatan daerah yang berada di desa baik pajak maupun retribusi yang sudah dipungut oleh Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Daerah tidak dibenarkan adanya pungutan tambahan oleh Pemerintah Desa.

(4) Desa memperoleh pembagian pendapatan sebagai kompensasi dari pajak daerah dan retribusi daerah secara proporsional dan adil.

Pasal 43

Sistem dan prosedur pengelolaan keuangan desa diatur lebih lanjut oleh Bupati.

BAB X
PENGHARGAAN DAN SANKSI
Pasal 44

Pemerintah Daerah dapat memberikan penghargaan kepada Desa yang melaksanakan pengelolaan keuangan desa sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 45

(1) Dalam rangka pembinaan dan pengawasan Pemerintah Daerah dapat memberikan sanksi kepada Desa yang tidak melaksanakan ketentuan pengelolaan keuangan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Sanksi sebagai dimaksud pada ayat (1) dapat berupa :
a. penundaan pencairan ADD; dan
b. pengurangan ADD untuk pada tahun anggaran berikutnya.

Pasal 46

Pedoman pemberian penghargaan dan sanksi dalam pengelolaan keuangan desa diatur lebih lanjut oleh Bupati.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 47

Pelaksanaan Peraturan Daerah ini selambat-lambatnya untuk pelaksanaan pengelolaan keuangan desa pada tahun anggaran 2010.

Pasal 48

Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini maka :
1. Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 18 Tahun 2000 tentang Sumber Pendapatan Desa (Lembaran Daerah Tahun 2000 Seri D Nomor 7);
2. Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 19 Tahun 2000 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (Lembaran Daerah Tahun 2000 Seri D Nomor 8);
3. Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 8 Tahun 2001 tentang Perubahan Pertama Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 18 Tahun 2000 tentang Sumber Pendapatan Desa (Lembaran Daerah Tahun 2001 Seri D Nomor 13);
4. Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 9 Tahun 2001 tentang Perubahan Pertama Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 19 Tahun 2000 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (Lembaran Daerah Tahun 2001 Seri D Nomor 14);
5. Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 25 Tahun 2001 tentang Perubahan Kedua Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 18 Tahun 2000 tentang Sumber Pendapatan Desa (Lembaran Daerah Tahun 2001 Seri D Nomor 58); dan
6. Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 26 Tahun 2001 tentang Perubahan Kedua Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 19 Tahun 2000 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (Lembaran Daerah Tahun 2001 Seri D Nomor 59);
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 49

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Bantul.


Ditetapkan di Bantul
pada tanggal

BUPATI BANTUL,



M. IDHAM SAMAWI

Diundangkan di Bantul

pada tanggal

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BANTUL,



GENDUT SUDARTO



LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL
TAHUN 2009 SERI D NOMOR
PENJELASAN

ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

NOMOR TAHUN 2009

TENTANG

POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

I. UMUM

Pengaturan mengenai desa berdasarkan pada prinsip-prinsip; Pertama, keanekaragaman,yang memiliki makna bahwa istilah desa dapat disesuaikan dengan asal usul dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat, dalam hal ini pola penyelenggaraan pemerintahan desa serta pelaksanaan pembangunan harus menghormati sistem nilai yang berlaku pada masyarakat setempat namun harus tetap mengindahkan sistem nilai bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; Kedua, partisipasi, yang memiliki makna penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa harus mampu mewujudkan peran aktif masyarakat agar masyarakat senantiasa memiliki dan turut serta bertanggung jawab terhadap perkembangan kehidupan bersama sebagai sesama warga desa; Ketiga, otonomi asli, memiliki makna bahwa kewenangan pemerintahan desa dalam mengatur dan mengurus masyarakat setempat didasarkan pada hak asal usul dan nilai-nilai sosial budaya yang terdapat pada masyarakat setempat namun harus diselenggarakan dalam perspektif administrasi pemerintahan negara yang selalu mengikuti perkembangan jaman; Keempat, demokratisasi, memiliki makna bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di desa harus mengakomodasi aspirasi masyarakat yang diartikulasi dan diagregasi melalui BPD dan Lembaga Kemasyarakatan sebagai mitra Pemerintah Desa; Kelima, pemberdayaan masyarakat, memiliki makna bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di desa ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat melalui penetapan kebijakan, program dan kegiatan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat.

Untuk mencapai prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintahan desa tersebut, maka Desa memiliki kewenangan yang berupa urusan pemerintahan yang harus diurus oleh Desa. Dalam rangka melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa dan untuk meningkatkan pelayanan serta pemberdayaan masyarakat, desa mempunyai sumber pendapatan yang harus dikelola secara profesional, berdaya guna dan berhasil guna, demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat.

Pengelolaan keuangan desa merupakan bagian penting dalam pelaksanaan pemerintahan desa. Oleh karena itu prinsip transparansi, akuntabilitas dan partisipatif, tertib dan disiplin anggaran harus ditegakkan dalam setiap pengelolaan keuangan desa. Untuk mewujudkan hal tersebut pedoman pengelolaan desa harus ditetapkan oleh Pemerintah Daerah. Peraturan Daerah ini tidak membatasi kewenangan desa dalam pengelolaan keuangan desa, namun untuk memberikan pedoman bagi Pemerintah Desa untuk menetapkan kebijakan-kebijakan desa dalam pengelolaan keuangan desa.

Peraturan Daerah ini hanya mengatur hal-hal pokok dalam pengelolaan keuangan desa, yang harus ditindaklanjuti oleh Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Desa dalam bentuk Peraturan Bupati, Peraturan Desa maupun produk hukum lainnya.




Dengan Peraturan Daerah ini diharapkan dapat menumbuhkembangkan prakarsa dan kreatifitas masyarakat serta mendorong peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan dengan memanfaatkan sumber daya dan potensi yang dimiliki desa. Selain itu desa mampu mengembangkan dan memberdayakan sumber daya dan potensi yang ada, pada gilirannya menghasilkan masyarakat desa yang mandiri dan sejahtera.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas

Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Bendahara desa ditunjuk dari staf Desa. Apabila tidak ada staf desa dapat ditunjuk dari Pamong Desa yang lain dengan ketentuan tidak boleh dirangkap oleh Pamong Desa yang menjabat PTKPD. Bendahara desa ditetapkan setiap tahun anggaran dan tidak boleh menjabat selama 5 (lima) tahun anggaran berturut-turut.
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Partisipasi masyarakat yang berbentuk uang harus ditetapkan dengan Peraturan Desa, misalnya partisipasi masyarakat dalam penyelenggaran pemilihan Lurah dan Pamong Desa.
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas



Huruf b
Variable-variabel dalam penentuan ADDP antara lain angka kemiskinan, keterjangkauan/kemampuan masyarakat, tingkat pendidikan dasar, kesehatan, prestasi desa dalam pembangunan, dan variable lainnya yang ditetapkan oleh Bupati.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Penetapan sumber pendapatan desa dalam Peraturan Desa disesesuaikan dengan potensi desa masing-masing, serta kelayakan pemungutan dengan memperhatikan kemampuan masyarakat.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 20
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan diperlukan untuk kepentingan umum adalah untuk kepentingan pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah yang selanjutnya dimiliki atau akan dimiliki oleh pemerintah atau pemerintah daerah, yang meliputi :
a. jalan umum dan jalan tol, rel kereta api (di atas tanah, di ruang atas tanah ataupun di ruang bawah tanah), saluran air minum/air bersih, saluran pembuangan air dan sanitasi;
b. waduk, bendungan, bendungan irigasi dan bangunan pengairan lainnya;
c. pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api, dan terminal;
d. fasilitas keselamatan umum, seperti tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar, dan lain-lain bencana;
e. tempat pembuangan sampah;
f. cagar alam dan cagar budaya; atau
g. pembangkit, transmisi, dan distribusi tenaga listrik.

Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Ayat (1)
Bupati dapat mendelegasilkan sebagian tugas evaluasi rancangan APBDesa kepada Camat, yang pengaturannya diatur lebih lanjut oleh Bupati.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Ayat (9)
Pemberian waktu paling lama 3 (tiga) bulan dimaksudkan untuk memberikan waktu bagi Pemerintahan Desa untuk menyusun APBDesa sesuai dengan arahan Pemerintah Daerah. Dengan demikian Pemerintahan Desa wajib menetapkan kembali Peraturan Desa tentang APBDesa.
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Ayat (1)
Huruf a
Pergesaran anggaran yaitu pergeseran antar jenis belanja yang dapat dilakukan dengan cara mengubah Peraturan Desa tentang APBDesa.
Huruf b
Penggunaan SILPA tahun berikutnya yaitu keadaan yang menyebabkan sisa lebih perhitungan anggaran (SiLPA) tahun sebelumnya harus digunakan dalam tahun berjalan.
Huruf c
Keadaan darurat harus memenuhi kreiteria :
a. keadaan yang bukan merupakan kegiatan normal dari aktivitas Pemerintah Desa dan tidak dapat dipredikisi sebelumnya;
b. tidak diharapkan terjadi berulang;
c. berada di luar kendali dan pengarun Pemerintah Desa; dan
d. memiliki dampak yang signifikan terhadap anggaran dalam rangka pemulihan yang disebabkan oleh keadaan darurat tersebut.





Huruf d
Keadaan luar biasa yaitu keadaan yang menyebabkan harus dikeluarkan anggaran dalam APBDesa, yang apabila tidak segera ditanggulangi akan menimbulkan dampak yang lebih luas terhadap keadaan sosial masyarakat, antara lain bencana alam, bencana sosial, dan lain-lain.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Cukup jelas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar